Pages

Minggu, 25 September 2011

pembelajaran fisika

PENDAHULUAN
 Berdasarkan  UU  SISDIKNAS  No.20  tahun  2003,  sekolah  menegah  pertama  (SMP)
merupakan  bagian  dari  pendidikan  dasar  sembilan  tahun.  Pendidikan  ini  merupakan
kelanjutan  pendidikan  SD/MI  dan  merupakan  pendidikan  yang  bersifat  wajib.  Sebagai
pendidikan  yang  bersifat  strategis, maka  pendidikan  di  SMP  didasarkan  pada  peningkatan
mutu. Hal  ini menunjukan  adanya  suatu    tuntutan perubahan,  salah  satu  contohnya  adalah
perubahan evaluasi. Evaluasi dimaknai sebagai suatu kegiatan pengendalian dan penjaminan
mutu  terhadap  komponen-komponen  pendidikan  pada  setiap  jenjang  dan  jenis  pendidikan. 
Apabila  suatu  evaluasi  pembelajaran  dikaitkan  dengan  standar  mutu,  maka  standar  mutu
tersebut  harus  memiliki  relevansi  dengan  proses  pembelajaran  (Vaidya,  1976),  artinya
evaluasi  yang  berbasis  pada  sistem  pengendalian  dan  penjaminan mutu  harus  terkait  pula
dengan  suatu  pembelajaran  yang  berbasis  pada  standar  mutu.  Oleh  karena  itu  suatu
pembelajaran  yang  memasukkan  standard  mutu  perlu  didukung  oleh  alat  evaluasi  yang
bermutu khusunya untuk pembelajaran fisika di SMP. 
Mata pelajaran Fisika yang berdiri  sendiri, pertama kali di perkenalkan di SMP adalah
sebagai  bagian  dari  IPA.  Perlu  diketahui  bahwa  siswa  pada  usia  15  tahun  atau  dapat
dikatakan pada  saat siswa duduk di bangku SMP, mereka mulai merasakan bahwa konsepkonsep
  fisika  mulai  sulit  untuk  dipahami,    sehingga  siswa  sering  merasa  bosan  untuk
mempelajarinya (Harding, 1972). Meskipun telah ditebitkan ratusan buku fisika yang setiap
buku  bertujuan  untuk menyempurnakan  buku-buku  sebelumnya,  ternyata  siswa masih  saja
merasakan adanya kesulitan. Hal ini ditunjukan adanya hasil nilai Ujian Nasional untuk mata
pelajaran IPA yang relatif masih rendah. 
Akibatnya,  kesan  yang  membosankan  dan  sulit  untuk  mata  pelajaran  fisika    akan
terbawa  oleh  siswa  baik  saat  mereka  mencari  lapangan  kerja  maupun  saat  mereka
melanjutkan studi. Berdasarkan harapan dan kenyataan yang ada, maka dibutuhkanlah suatu
pembelajaran  fisika  yang  memungkinkan  atau  yang  dapat  member  peluang  dapat
meningkatkan  hasil  belajar  fisika  yaitu  melelui  suatu  pembelajaran  yang  berbasis  pada
sistem  pengendalian  dan  penjaminan  mutu  sebagai  usaha  untuk  memperoleh  hasil  yang
maksimal. 
Subroto/Pembelajaran IPA di SMP
S-122
  Bedasarkan  uraian  tersebut  maka  dapat  dijelaskan  bahwa  beberapa  permasalahan
yang  harus  dipecahkan. Permasalahan  itu  antara  lain  (1)  adanya  tuntutan  perubahan  suatu
pembelajaran  fisika  yang  mempunyai  relevansi  dengan  model  evaluasi  yang  digunakan
bedasarkan  perundan-undangan  yang  belaku.  (2)  Tuntutan  adanya  perubahan  peningkatan
hasil  belajar  siswa  untuk mata  pelajaran  IPA-fisika.  Dan  (3)  adanya  tuntutan  bahwa  kita
harus dapat dan berhasil melaksanakan pembelajaran fisika yang berbasis pada pengendalian
dan penjaminan mutu dalam usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 
EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA
Evaluasi hasil belajar merupakan penentuan taraf prestasi belajar siswa bedasarkan norma
atau kriteria tertentu  (Winkel,1996). Di dalam UU Sisdiknas tahun 2003, evaluasi/penilaian
dapat  diartikan  sebagai  kegiatan  pengendalian  dan  penjaminan  mutu  terhadap  komponen
pendidikan  pada  setiap  jenjang  dan  jenis  pendidikan  sebagai  bentuk  pertanggung  jawaban
penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, jika pengertian tersebut diterapkan untuk menilai
suatu  komponen  pendidikan,  khususnya  untuk  pembelajaran  fisika, maka  penilaian  dapat
dipandang sebagai kegiatan pengendalian dan penjaminan mutu terhadap hasil belajar fisika.
Meskipun  tes  tertulis  tidak  cukup  untuk  mengukur  semua  hasil  yang  penting  dari  suatu
pembelajaran  di  sekolah,  khususnya  di  SMP,  namun  ujian  yang  dibuat  oleh  guru  secara
cermat akan mengakses secara tepat pula terhadap sasaran atau tujuan yang akan dicapai. 
Hal  ini  memberi  gambaran  bahwa  untuk  memperoleh  bentuk  penilaian  yang  baik
dibutuhkan perencanaan yang baik pula. Pertanyaannya adalah mengapa hal itu dibutuhkan ? 
Pemikiran  tersebut menunjukan kepada kita bahwa untuk menunjang  suatu penilaian maka
diperlukan suatu alat penilaian yang baik, yaitu berbentuk tes. Dibutuhkannya alat penilaian
yang baik karena kebijakan pembelajaran di SMP  selalu membutuhkan alat penilaian yang
diperoleh melalui kuis atau ujian sehingga alat penilaian yang dangkal atau yang kualitasnya
rendah dapat menyebabkan siswa cenderung ke arah yang kurang penting dalam memahami
konsep-konsep fisika. Oleh karena itu, dibutuhkan bentuk tes yang memenuhi standar mutu
dan mencakup pemahaman konsep yang lebih luas. 
Berikut  ini  disajikan  suatu  contoh  pengembangan  evaluasi  yang  akan  dikaitan  dengan
pengembangan  pembelajaran  fisika  yaitu  suatu  evaluasi  yang  berbasis  pada  dimensi
pengetahuan dan taksonomi. Dimensi pengetahuan terdiri atas empat tipe pengetahuan, yaitu
: (1 )faktual , (2) konseptual, (3) procedural, (4) metakognitif. Keempat tipe pengetahuan ini
dapat  digunakan  oleh  guru  sebagai  pedoman  atau  tuntunan  dalam  menentukan  apa  yang
harus diajarkan pada siswa (Anderson,2001). Tipe-tipe pengetahuan tersebut dapat dikaitkan
atau  di  masukkan  dalam  dimensi  taksonomi.  Dimensi  taksonomi  tersebut  terdiri  atas
kemampuan:  (1) mengingat,  (2) pemahaman,  (3) aplikasi,  (4) analisis,  (5) evaluasi, dan  (6)
mencipta.  Klasifikasi  dimensi  pengetahuan  kaitannya  dengan  dimensi  taksonomi  akan
diperoleh tabel klasifikasi sebagai berikut. 
Dimensi
Pengetahuan
Dimensi Proses Kognitif
mengingat  memahami  aplikasi  analisis   evaluasi  mencipta
Faktual                  
Konseptual                  
Prosedural                  
Metakognitif                  

Dimensi kognitif merupakan bagian dari dimensi  taksonomi. Bedasarkan  tabel  tersebut,
proses kogniktif yang diterima oleh siswa, dapat dikembangkan dengan cara mengkaitkan ke
dalam dimensi pengetahuan, sehingga cakupan dari proses kogniktif akan menjadi lebih luas
atau menjadi lebih berkembang.
Sebagai contoh, kita dapat membuat soal aplikasi yang melibatkan dimensi pengetahuan
mulai dari pengetahuan faktual sampai dengan metakognitif, sehingga diperolah 4 tipe soal.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009
S-123
Bedasarkan  tabel secara keseluruhan kita dapat mengembangkan 24  tipe soal yang berbasis
pada dimensi pengetahuan dan dimensi proses kogniktif. 

PEMBELAJARN FISIKA di SMP
Sekolah Menengah Pertama  sebagai pendidikan yang wajib untuk  semua warga Negara
Republik  Indonesia,  lulusan  SMP  dapat melanjutkan  ke  pendidikan menengah  atau  dapat
pula  memasuki  lapangan  kerja.  Kemudian    melalui  kegiatan  pembelajaran  fisika  ini,
diperkenalkan  keteraturan  alam,  yang  memungkinkan  siswa  dapat  menjelaskan  berbagai
fenomena dan dapat memahami berbagai alat percobaan yang digunakan untuk mengamati
dan mengukur fenomena fisis. 
Dulfer  (1988),  telah  membandingkan  antara  pembelajaran  fisika  di  Indonesia  dengan
Negara-negara di Afrika Selatan. Ternyata persoalannya jauh lebih rumit, tetapi ada juga halhal
  yang mirip.  Perbedaan  ini  disebabkan  adanya  keterbatasan  dalam  sarana  pembelajaran
khususnya  sarana  yang  berkaitan  dengan  kegiatan  praktikum.  Selain  itu,  Aron  (1983)
menyatakan bahwa banyak sekolah tidak mengajarkan siswa untuk berpikir melalui kegiatan
praktis, melainkan hanya disajikan rumus secara otomatis dalam memecahkan masalah. 
Pernyataan  ini  juga didukung oleh penelitian  (Driver, 1985) bahwa  siswa yang mampu
memecahkan masalah dalam bentuk tes tertulis, sering menggunakan gagasan intuisi mereka
ketika  dihadapkan  pada  pemecahan  masalah-masalah  praktis.  Pertanyaan  yang  muncul
adalah  kapan  siswa  siswa  mulai  mengalami  kesulitan  belajar  fisika.  Bedasarkan  uraian
tersebut  dapat  dijelaskan  bahwa  siswa  masih  mengalami  kesulitan  dalam  menyelesaikan
masalah fisika baik itu masalah yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis. 
Lewis  (1972) mengemukakan bahwa  siswa pada usia 15  tahun yang  rata-rata  duduk di
kelas  VIII  dan  IX  ternyata  mulai  mengalami  kesulitan  dalam memahami  fisika.  Artinya,
hanya  siswa  di  sekolah  dasar  pada  umumnya  yang merasakan  adanya  pembelajaran  IPAFisika
 yang bermakna dan menyenangkan. 
Kesulitan  itu  juga  muncul  ketika  siswa  SMP  mengikuti  ujian  nasional  untuk  mata
pelajaran  IPA  pada  khususnya. Rata-rata  nilai Ujian Akhir Nasional  untuk mata  pelajaran
IPA  tahun  2008  adalah  5,74  (Depdiknas,2008). Artinya  nilai  hasil  belajar  rata-rata    untuk
siswa  yang  berada  di  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  dapat  dikatakan masih  relatif  rendah,
apalagi jika dibandingkan dengan dengan nilai standar yang ditetapkan sekolah.
Mutu  pembelajaran  fisika  dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor  baik  dari  input,  proses
pembelajaran,  dan  output.  Salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  pembelajaran  adalah
keadaan  awal  dari  siswa  dan  prakonsepsi  fisika  yang  dimilki  oleh  siswa.  Proses
pembelajaran  banyak  dipengaruhi  oleh  model  pembelajaran  yang  digunakan.  Selanjutnya
output  pembelajaran merupakan  hasil  prestasi  belajar  siswa. Oleh  karena  itu  peningkatan
mutu  pembelajaran  dapat  dilakukan  melalui  peningkatan  mutu  prakonsepsi  siswa  dan
peningkatan mutu dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran  fisika yang berbasis
pada  pengendalian  dan  penjaminan mutu.  Sistem  pembelajaran  tersebut  diharapkan  dapat
meningkatakan mutu pembelajaran siswa. 
HAKEKAT MUTU
Minat  yang  besar  baru-baru  ini  telah  diperlihatkan  di  kalangan  pendidikan  seperti
yang  terjadi  pada  sekolah  menengah  kejuruan  dan  perguruan  tinggi  tertentu  terhadap
internasional standard organization    (ISO) yang memiliki equivalen dengan british standard
(BS)  sertifikasi  ini digunakan  sebagai  symbol mutu  suatu produk  ,  sehingga mutu  tersebut
harus  dibangun  di  dalam  suatu  sistem  dan  prosedur  suatu  organisasi.  Karena  lembaga
pendidikan merupakan sutu bentuk organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, maka
lembaga  tersebut  berusaha  untuk  memasukkan  sertifikasi  iso  ke  dalamnya,  meskipun
sertifikasi  iso  kurang menyentuh  langsung  dalam  sistem  pembelajaran,  namun  kita  dapat
menerapkan dan mengembangkannya  dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran
fisika.
Subroto/Pembelajaran IPA di SMP
S-124
Oleh karena penerapan ISO  merupakan sesuatu yang baru dalam pendidikan dengan
siswa  sebagai  pelanggan, maka  guru    lebih  berperan  sebagai  pemberi  layanan.  Pengertian
tentang istilah mutu dapat digunakan sebagai konsep absolut maupun konsep relatif.Di dalam
pengertian absolut segala sesuatu diukur dengan standard tertinggi atau dapat dikatakan tidak
dapat dilampaui.
Konsep  relatif  tentang  mutu,  biasa  digunakan  sebagai  TQM  (Total  Quality
Management  ). Oleh karena  itu pengertian mutu  sebagai konsep  relatif memandang bahwa
mutu  lebih  terkait  dengan  produk  atau  layanan,  artinya mutu  dapat  dinilai  ketika  sebuah
barang atau layanan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (sesuai tujuan) dan memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Mutu bagi pelanggan meliputi kendali mutu, jaminan mutu, dan mutu total.Kendali
mutu  melibatkan  deteksi  dan  eliminasi  komponen-  komponen  atau  produk-  produk  yang
tidak  memenuhi  standard  .Ini  merupakan  metode  untuk  menjamin  mutu,  Di  dalam
pembelajaran metode yang biasa digunakan  adalah  test. Test digunakan untuk menentukan
apakah standard- standard mutu dalam pembelajaran terpenuhi.
Jaminan mutu  dirancang  di  dalam  proses  sebagai  upaya  untuk menjamin  produk
yang  dihasilkan  sesuai  dengan  kriteria  yang  ditetapkan  lebih  dulu,  sedangkan  mutu  total
mencakup  jaminan  mutu,  memperluas  dan  mengembangkannya,  oleh  karena  itu  TQM
menciptakan  suatu kultur mutu yang dapat digunakan untuk menyenangkan pelanggan dan
memandang pelanggan adalah  raja. Berdasarkan  informasi  tersebut dapat dijelaskan bahwa
unsur – unsur yang berkaitan dengan mutu dapat meliputi inspeksi – kendali mutu, jaminan
mutu, deteksi pencegahan dan peningkatan hasil. 
PENERAPAN STANDAR MUTU
    Suatu pembelajaran yang berbasis pada standar mutu dibutuhkan guru yang
mampu  menganalisis  tentang  kebutuhan  siswa,  tujuan  yang  ingin  dicapai,  materi
pembelajran dan model pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kelas. Oleh karena itu
guru  memiliki  kewajiban  untuk  membuat  siswa  sadar  akan  adanya  berbagai  metode
pembelajaran  yang dapat memberi  peluang  kepada  siswa  untuk mencoba  berbagai metode
tersebut. Guru harus menyadari bahwa banyak siswa menyukai metode-metode pembelajaran
yang  bersifat  campuran,  sehingga  model  pembelajaran  harus  memiliki  sifat  fleksibel.
Penerapan  standar  mutu  dalam  pembelajaran  fisika  di  SMP  dapat  digunakan  sebagai
penggerak  awal  suatu  pembelajaran  yang  berbasis  pada  standar mutu.  Banyak  tugas  atau
pekerjaan  yang  harus  dilakukan  oleh  komponen  lembaga  pendidikan  khususnya  guru 
tentang  bagaimana  menerapakan  standar  mutu  dalam  pembelajran  di  kelas.  Beberapa
langkah  yang  dapat  dilakukan  guru  untuk  menyusun  model  pembelajaran  yang  berbasis
standar mutu aalah: (1) siswa dan guru menentukan tujuan untuk menentukan target minimal
yang  harus  dicapai.  (2) menentukan  langkah-langkah  agar  dapat mencapai  tujuan  tersebut.
(3)  menentukan  sumber-sumber  yang  diperlukan.  (4)  menentukan  tindakan  agar  siswa
termotivasi untuk belajar. (5) Guru memantau untuk menentukan peta kemajuan siswa dalam
setiap  tahap  kegiatan.  (6)  tindakan  korektif  yang  tepat  agar  tidak  terjadi  kegagalan.  (7)
membuat  rangkaian  umpan  balik  untuk  menjamin  mutu.  (8)  evaluasi  terhadap  proses
pembelajaran  pada  setiap  tahapan  atau  setiap  proses  pembelajaran.  Bedasarkan  langkahlangkah
  tersebut  maka  dapat  disajikan  bagan  suatu  pembelajaran  yang  berbasis  pada
pengendalian dan penjaminan mutu seperti berikut: 




Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009
S-125
BAGAN PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS Pada STANDARD MUTU

Keterangan :
PBM 1    : Proses pembelajaran untuk pokok bahasan 1
PBM 2    : Proses pembelajaran untuk pokok bahasan 2
LPT    : Layanan pembelajaran tambahan
Berdasarkan  bagan  tersebut  maka  proses  pembelajaran  fisika  dapat  dilakukan  dengan
cara memberi  tes  formatif pada akhir kegiatan pembelajaran untuk satu pokok bahasan dan
pada  akhir  kegiatan  praktikum  untuk  setiap  satuan  topik  praktikum.  Pemberian  tes  ini
dimaksudkan  sebagai  seleksi  atau  sebagai  kontrol  untuk  memperolah  penjaminan  mutu
artinya siswa yang memiliki nilai minimal yang sesuai sengan standar yang ditetapkan maka
dapat dikatakan siswa tersebut masuk dalam penjaminan mutu. Bagi siswa yang  tidak lolos
seleksi dapat dilayani guru melalui pelayanan pembelajaran tambahan seperti tugas membaca
modul pembelajaran atau diberi tugas untuk membaca atau belajar dari suatu bahan ajar yang
telah  disiapkan  guru  dalam  bentuk  lembar  kerja  atau  LKS.  Kemudian  untuk  kegiatan
praktikum bagi siswa yang tidak lolos seleksi diminta untuk mengulangi kegiatan praktikum.
Model  tersebut  akan  memberi    informasi  seawal  mungkin  tentang  kemajuan  siswa
sehingga diperoleh  informasi yang  tepat untuk  siswa mana  yang masuk  jaminan mutu dan
siswa mana saja yang masih membutuhkan layanan untuk mencapai satandar  minimal yang
diinginkan. 
Selanjutnya tes sumatif digunakan untuk mengetahui hasil belajar akhir setelah beberapa
pokok  bahasan  diselesaikan.  Hasil  tersebut  tentu  saja  harus  melalui  pengendalian  mutu,
seleksi,  penjaminan mutu  dan  akhirnya  akan  diperoleh  suatu  peningkatan  (Edward,Sallish,
1993). Jika pendidikan dipandang sebagai proses belajar, dan standar mutu akan dimasukkan
di dalamnya, maka  standar mutu  tersebut harus memilki  relevansi. Hal  ini adanya  tuntutan
suatu  lembaga  yang  biasanya  diminta  melakukan  lebih  banyak  dengan  input  yang  lebih
sedikit. Oleh karena  itu  lembaga pendidikan perlu menfokuskan perhatian kepada aktivitas
utama yaitu proses pembelajaran yang bermutu (Langford dan Cleary, 1996). 

PENUTUP
Apabila  lembaga  pendidikan  menginginkan  peningkatan  hasil  belajar  fisika  maka
lembaga pendidikan khususnya guru perlu memiliki keberanian untuk melakukan perubahanperubahan.
  Perubahan-perubahan  itu  meliputi  perubahan  suatu  pembelajaran  fisika  yang
Subroto/Pembelajaran IPA di SMP
S-126
mempunyai  relevansi dengan pengertian  evaluasi yang  tertulis dalam undang-undang  yaitu
evaluasi  yang  berbasis  pada  penjaminan  dan  pengendalian  mutu.  Selanjutnya  diharapkan
guru dapat melaksanakan proses pembelajaran termasuk evaluasi di dalamnya yang berbasis
pada  pengendalian  dan  penjaminan  mutu.  Kemudian  guru  diharapkan  dapat  berhasil
mengantarkan  siswa  dalam  belajar  fisika  sesuai  standar minimal  yang  ditentukan melalui
proses pembelajaran yang berbasis pada standar mutu.   Meskipun  sistem  pembelajaran
yang berbasis pada standar mutu memberi peluang yang besar dalam pencapaian hasil belajar
siswa,  sistem pembelajaran  ini  akan menghadapi beberapa kendala,  sebagai  contoh: dalam
sistem  pembelajaran  ini  setiap  kelas minimal  dibutuhkan  dua  guru  fisika  untuk mengelola
kelas  jaminan mutu  dan  kelas  layanan  pembelajaran  tambahan  dan  ruang  kelas  tambahan
yang akan digunakan sebagai kelas layanan tambahan.